Terinspirasi dari ikatan erat antara dua tokoh (Grey n Yang) di film seri Barat Grey’s Anatomy, saya jadi ikut-ikutan menyebut orang-orang yang dekat dengan mengerti saya luar dalam sebagai ‘my person’, atau dalam Bahasa Indonesia berarti ‘orangku’, orang-orang kepunyaanku, orang-orang yang ada di sisiku. Menurut saya, kata ‘my person’atau ‘orangku’ terdengar lebih mendalam dan unik ketimbang ‘sahabat’atau ‘teman.’
******
******
Suatu hari, salah seorang dari lingkup ‘orangku’, yang merupakan teman akrab saya semenjak SMP, tiba-tiba bertanya kepada saya, “Menurutmu, siapa orang di dunia ini yang memiliki pengaruh paling besar dalam hidupmu?”
Saya terdiam sejenak. Lalu, dengan mudahnya, sesosok pribadi terlintas dalam benak saya. “Kakak saya. Saya rasa dia adalah.. seseorang yang membuat saya bisa bertumbuh menjadi saya seperti sekarang. Dia adalah orang dengan pengaruh terbesar semenjak masa kecil saya.”
“Bagaimana bisa? Apakah karena kebersamaan indah dalam masa kecil kalian tersebut?” tanya sahabat saya tersebut.
Tersenyum kecil, saya balik menjawab, “Hmm.. sebaliknya, kita tidak memiliki masa kecil yang indah. Kebersamaan masa kecil kita dipenuhi dengan air mata, darah mungkin, dan kebencian. Saya yang hanya terpaut 2 tahun dengannya, selalu menghabiskan masa kecil bersama dengan pengasuh karena kedua orangtua yang sibuk bekerja. Ketika itu, babysitter saya yang sudah senior, sering bersikap semena-mena kepada kakak. Apapun yang terjadi, saya yang selalu dibela, dan kakak yang selalu disalahkan. Saya tidak pernah mengerti bahwa hal itu menjadi trauma yang besar bagi dirinya. Usia 5 tahun, babysitter tersebut tidak lagi bekerja karena menderita sakit cukup parah. Semenjak itulah, hari-hari saya dipenuhi dengan pertengkaran tiada henti dengan kakak saya. Pertengkaran selalu berujung dengan kekerasan, baik secara verbal maupun fisik. Dan, saya bertumbuh menjadi sebuah pribadi yang keras di bawah tekanan, pertengkaran, dan bisa dibilang, rasa dendam yang begitu besar. ”
Sahabat saya lantas bertanya, “Oh, jadi kamu menganggap kakakmu sebagai seorang ‘villain’ (musuh atau peran jahat dalam film-film action) yang ternyata dapat membuat kamu menjadi lebih kuat. Hmm.. sepertinya itu adalah salah satu bentuk hubungan yang cukup unik..”
A Villain? Musuh? Saya rasa itu mungkin istilah yang tepat untuk mendeskripsikan hubungan saya dengan kakak. Aneh, tapi memang benar. Meski dia pernah menjadi alasan di balik dendam terbesar yang pernah saya miliki selama saya hidup, setiap pengalaman buruk bersamanya, itu yang membuat saya menjadi pribadi yang seperti sekarang ini. Dari dialah, saya menjadi mengerti dan mengalami dengan jelas, apa itu artinya mengampuni. Seperti apa belajar rendah hati,mau mengambil langkah awal untuk mulai berubah, menyerahkan setiap hak-hak yang saya punya untuk tetap marah dan menyimpan amarah, dan belajar, bagaimana tetap tunduk kepada seseorang yang lebih tua dari saya, apapun alasannya. Dan terakhir, tentu saja, saya belajar bagaimana beriman, percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana yang terbaik, dengan menempatkan dia, sebagai seorang kakak dalam kehidupan saya.
Lewat proses yang panjang, pemulihan mulai terjadi di antara saya dan kakak. Yang dulunya, setiap ‘diskusi’ selalu berakhir dengan pertengkaran, perlahan bisa menjadi diskusi mendalam dengan keterbukaan akan perbedaan pendapat. Kata ‘maaf’, ‘terima kasih’, maupun sapaan sederhana yang dulunya sangaaat langka, perlahan mulai terbiasa diucapkan. Bahkan, akhirnya, momen rekonsiliasi, proses membereskan akar-akar pahit di masa lalu itu bisa terjadi. Saya mengerti apa yang menjadi akar kebenciannya bagi saya, begitu pula dari sisinya. Dan saya percaya, pemulihan itu akan terus berlanjut hingga sekarang dan seterusnya. Ada saatnya di mana saya merasa lelah dan berpikir, ‘Bukannya seharusnya dia sudah berubah ya? Kok masih seperti ini juga sih…’ Jika pemikiran seperti itu datang, saya selalu belajar meneladani kasih dan pengampunan Tuhan yang tidak pernah berhenti ataupun muak mengalir untuk saya.
Satu hal yang sangat tidak pernah saya sangka, saat ini, kakak saya merupakan salah seorang yang memberikan dukungan penuh bagi pencapaian visi saya. Sebagai anak tertua di keluarga, kakak sekarang sudah terjun langsung di usaha keluarga ayah saya. Dan ternyata bidang usaha ayah saya yang ia geluti sekarang merupakan bidang yang betul-betul dia nikmati. Sehingga dia memberikan keleluasaan bagi saya untuk mengejar visi yang mungkin berbeda bidang dengan apa yang dilakukan ayah saya sekarang. Wow! Saling mendukung visi? Sharing mengenai visi hidup? Tentu saja saya yang dulu tidak mungkin pernah bisa membayangkan melakukan ‘kegiatan’ seperti ini bersama kakak, yang merupakan orang yang paling saya benci di dunia. Dulu saya kerap berpikir, tidak usah berdamai dengannya sampai mati ya tidak jadi masalah. Tidak punya kakak ya tidak apa-apa, toh saya tidak pernah merasa diperlakukan sebagai seorang adik. Namun hari ini saya menyadari, Tuhan selalu punya rencana indah di balik setiap situasi, bahkan yang terlihat buruk dan malapetaka sekalipun. Dan, itulah Tuhan, selalu membuat kita takjub dengan rencanaNya yang indah.
Terima kasih Tuhan, untuk kakak terbaik yang Engkau berikan. Saya percaya saat ini saya tidak mungkin sanggup mengatakan ini apabila 10-11 tahun lalu saya tidak mengalami kasihMu. Terima kasih Tuhan atas kasih dan pengampunanMu yang membuat saya mengerti arti kasih yang sejati di dalam hidup ini. Terima kasih kak, telah menjadi pengaruh terbesar dalam hidup saya. Karena masa lalu bersama kakak itulah, saya dapat memahami sepenuhnya arti keberadaan Tuhan. Terima kasih kak, sempat menjadi ‘musuhku’ , dan kini menjadi ‘orangku.’ (vln)
The good you do today, will often be forgotten. Do good anyway.
nice story
ReplyDeletethanksss!!! :D
ReplyDelete