Esensial.


Saya lupa sudah sejak kapan saya mulai menulis. Sejujurnya, saya lebih suka dianggap sebagai tukang cerita dibandingkan penulis. Menulis adalah salah satu metode penceritaan dalam teks, dan bagi saya esensi utama yang saya cari tetap: bercerita. Seingat saya, latihan bercerita saya bermula dari permainan rumah-rumahan dan menceritakan ulang isi buku cerita yang saya baca.  

Belasan tahun kemudian, masa-masa kuliah konsentrasi jurnalistik turut memberikan perpendaran warna tersendiri dalam perjalanan menulis saya. Tidak hanya kecipakan di pesisir pantai kepenulisan, tapi mulai menceburkan diri selutut, sepinggang (hmm saya harap nggak sampai menenggelamkan basement UOB), bahkan berani menyelam menikmati indahnya terumbu karang perangkaian simbol dan lambang berbentuk pesan. Oh tentu saja keindahan bahari kepenulisan bukan hanya persoalan teknis menulis: memilih jenis berita, mengatur plot, memilih angle, diksi, sunting-menyunting , mengumpulkan data, bla bla bla teknis lainnya.

Makin tenggelam dalam bahari kepenulisan artinya, makin tenggelam dalam bentuk-bentuk penceritaan. Bagaimana saya meng-capture sebuah kejadian, mencoba mendefinisikan, memberi label, judul, subjudul, membentuk plot untuk disampaikan ulang ke pihak lain, menaruh poin-poin kritis untuk menekankan gagasan saya, memilih quote/ perumpamaan/ kejadian setimbang untuk dijadikan penguat argumen, atau membungkus semuanya dalam sebuah kesimpulan yang siap saji. 

Saya dulu sering berpikir, kesukaan saya dalam dunia tulis-menulis akan makin terasah ketika saya memang makin menjerumuskan diri dalam hal-hal senada. Bergelut dengan dunia media, profesi yang erat membutuhkan keahlian menulis, dan sebagainya. Eh saya salah ternyata.
Latihan berenang/ snorkling/ diving dalam bentuk-bentuk kepenulisan itu nggak cuma terjadi ketika saya memang secara nyata menuliskan sesuatu di atas kertas atau mengetikkan sesuatu di gadget tertentu. Semua aksi-aksi tersebut bisa berputar-putar di benak bahkan ketika saya hanya memandang ke sekitaran. Bahkan semuanya bermula dari aktivitas menerawang macam ngelamun.  Observasi ke sana kemari dengan kejadian sekitar, bermain-main dengan intrapersonal sendiri. Wah seru juga ternyata.

Lebih lanjut lagi, saya cukup beruntung punya beberapa butir kawan sefrekuensi yang sangat tangguh dijadikan lawan berlatih. Menyamakan definisi, menentukan limitasi konteks gagasan. Bertukar, saling sanggah, bahkan 'menggugat' argumen satu sama lain. Tanpa disadari dengan mereka juga mata pisau pola pikir dan gaya penyampaian pendapat saya terus terasah dan berkembang. Well, saya rasa itu merupakan hal-hal dasar yang patut dimiliki seorang pencerita.

Hal paling berharga yang saya tidak pernah putus syukuri dengan semakin dalamnya saya menyelami dunia ini adalah, terbentuknya reflek untuk menyerap hampir semua hal dalam hidup saya untuk dimasukkan dalam akun 'rekening bank' pengalaman hidup.  :D Saya percaya, deskripsi terbaik seorang penulis bisa datang dari kemampuan imajinasi super hebat atau sebaliknya, pengalaman hidup super nyata. :)

Pengakuan bahwa 'saya seorang penulis - based on true experience' membuat saya mampu menikmati buanyak hal besar hingga detil kecil dalam kehidupan. Excitementnya mencapai tempat tujuan dibantu GPS, menggaris bawahi statement yang saya kategorikan sebagai 'wisdom' dari berbagai orang yang dijumpai di kehidupan, tersesat ditemani sekantong Lays rumput laut dan air mineral, damainya ngelamun berjam-jam di kursi kereta, jogging berlama-lama dengan pemandangan bergerak perumahan lengang, kekompleksan hubungan dan alur kerja dalam bisnis keluarga, rasa-rasa klik tak tergambarkan dengan makhluk-makhluk tertentu di muka bumi ini, pertanyaan abstrak tentang impian dan masa depan dan realita, pendapat-pendapat idealis personal tentang kehidupan berkebangsaan dan berkenegaraan, dan oh masih buanyaaaak lagi.

Jika ada beberapa pertanyaan yang masih belum saya simpulkan jawabannya, saya selalu tampung dalam sebuah kotak tertentu dalam benak saya. Jika ada kata-kata, pernyataan 'asik' yang menarik, saya taruh di kotak lain. 'Capture' an peristiwa berkesan tertentu juga punya kotak tersendiri. Ketika dulu, di masa-masa awal saya belum terlalu terbiasa dengan metode penyimpanan 'pemikiran-pemikiran' tersebut, 'mengeluarkan' semuanya adalah sesuatu yang lumrah dan seakan-akan harus dilakukan. Jika tidak, pikiran saya akan pecah.

Namun sekarang saya merasa cukup banyak hal yang berbeda. Kotak-kotak penyimpanan itu makin betah nangkring dalam benak saya. Kemampuan adaptasi mereka meningkat. Kapasitas mereka bertambah. Pemikiran, pertanyaan, kesimpulan, dokumentasi yang ada bisa menjadi jinak. Atau mungkin memang ada bagian dalam diri saya yang akhirnya bisa menjinakkan mereka?

Yang jelas mereka tidak punah. Mereka tetap hidup. Mereka tetap bertumbuh. Mereka menemui bentuk-bentuk yang baru untuk terus berkoloni menjadi sebuah kesatuan yang kompak.

Belakangan, saya menemukan dua bentuk penceritaan lain yang mulai memasuki level kedalaman hampir sama seperti menulis.

Yang pertama, musik.
Yang kedua, berlari.

:)

Mungkin besok-besok, cerita tentang dua dunia 'lain' itu akan saya ceritakan lebih detail lagi.

Sejujurnya saya nggak pernah menyangka, bisa tiba di titik di mana saya bisa menggali begitu banyak hal tentang kejadian yang pernah saya alami dalam hidup. Hal-hal yang mungkin bagi orang lain tampak begituuu sepele. Atau sebaliknya hal-hal yang tampak begitu kompleks bagi orang lain, bisa saya daratkan dengan begitu sederhana.

Saya bersyukur saya dipilih. Dan saya bersyukur saya boleh tiba di titik saya bisa memilih untuk mengakuinya.

Ternyata ada hal-hal yang tidak perlu dicari hingga keliling dunia. Ternyata ada sosok yang tidak pernah menjadi asing seberapa lama pun telah kita tinggalkan. Ternyata ada cahaya yang tidak akan pernah bisa dihindari. Ternyata ada perhentian yang akan membuatmu selalu kembali. Berapa lama pun kamu pernah meninggalkannya.

Bercerita. Sepertinya, memang itu esensi seorang saya.

Lover. Dreamer. Learner.

Comments