the History of a Story

Saya cukup suka pelajaran sejarah.
Untuk dibaca.
Untuk dimengerti alur ceritanya.
Untuk dimengerti tokoh dan sepak terjangnya.
Tapi gak untuk dihapal.
Susah2 ngapalin Supersemar, eh ujung2nya itu cuman fiksi?
Mending saya apalin Sailor Moon ato Dragon Ball aja donk?
Sejarah, huh? Ngapain bersembunyi di balik label 'fakta' kalo ternyata gak jelas itu fiksi ato fakta?
Akhir-akhir ini, saya jadi semakin kepikir satu hal penting tentang sejarah. Lebih dari sekedar ceritanya atau hapalan tanggal dan nama pentingnya. Tapi tentang ke-absahan dari kisah, tanggal, nama, dan whatever stuffs yang tercatat di sono. Bener gak sih aslinya sejarah yang saya baca itu? Itu loh sudah tersampaikan ke tangan yang ke-berapa? Kita masa ngerti kalo udah ada rekayasa, pengurangan, atau penambahan fakta atau fiksi di dalamnya? Dan orang-orang yang namanya ada di sono itu, ngerti tah, kalo ternyata ujung2nya kisah yang diwariskan ke sanak leluhur itu jadi seperti apa? Dan didengarkan, dibaca, lalu diresapi oleh orang dengan karakter kayak apa? Cerita yang bener aja kalo cara menyampaikan ato interpretasinya beda, jadinya juga bisa beda. Apalagi cerita yang gak bener.

Fenomena sejarah ini adalah dasar dari apa yang saya alami selama beberapa tahun terakhir ini. (btw, rasanya kerangka mikir saya emang kualitatif -berpijak pada fenomena- secara alamiah.. :( ) Entah apa saya sedang dididik oleh Bapak Kehidupan ini untuk bener2 belajar yang namanya arti verifikasi, dan bahayanya berbicara sesuatu yang faktanya gak jelas. Tapi, kira-kira dalam 3 tahun terakhir ini saya menjumpai sebuah kisah yang tidak kunjung usai.

Kisahnya sudah usai menurut saya. Tapi sepertinya tidak menurut pihak lain. Meski atas perjanjian kita bersama, tampaknya itu telah usai. (Lain kali, sepertinya memang harus ada kejelasan hitam di atas putih, atau ke notaris? :p) Karena buktinya, sampai detik ini, at least sampai 2 hari yang lalu, isu mengenai kisah itu seakan tidak pernah berhenti.

Saya capek. Capek menjelaskan. Capek mengulang kisah. Capek membuka sejarah. Capek memverifikasi. Apalagi ketika berhadapan dengan orang-orang yang mendengar dan menerima 'sejarah' tersebut tanpa filter 'pengenalan akan pribadi saya', tanpa filter 'otak dan logika waras', dan hanya berdasarkan cara berpikir penulis dongeng awang-awang tingkat ketujuh yang indah nan manis...

Sudahlah.
Saya memang suka dengan kisah.
Saya juga tukang cerita.
Tapi, sudah sejak lama, saya putuskan yang saya mau ceritakan
hanya kisah nyata, yang jelas faktualitasnya.
Atau sekalian, dongeng, yang memang jelas-jelas fiksi.
Dan tolong please.... kalo masih ngebet pengen cerita kisah yang mungkin nyata tapi masih belum jelas faktualitasnya, verifikasi KE NARASUMBER yang BERSANGKUTAN secara LANGSUNG itu DIPERBOLEHKAN kok!!!

Yang jelas, saya gak bakalan mau cerita kisah yang gak jelas asal usulnya, dan selanjutnya dilabel i 'based on true story'!

Saya gak mau merugikan pihak mana pun.
Sudah cukup saya mengerti yang namanya rugi karena masalah ke-absahan kisah ini.
Sudah cukup sejarah Indonesia ini yang diubek2 gak jelas ke-absahannya.

Toh pada akhirnya sejarah cuma untuk titik belajar.
Bukan untuk dilihat terus2an.
Karena kita gak hidup di zaman pra sejarah atau sejarah.
Tapi di zaman pasca sejarah.
Alias sekarang.

Jadi ketimbang pusing mikirin sejarah yang semakin gak jelas.
Bagaimana kalau kita mikir hari ini dan hari esok saja?

Sudah sejak lama saya memutuskan INI menjadi sejarah saja.
Kali ini, saya putuskan untuk menjadikan INI sebagai FIKSI saja.
Mau cerita pendek atau cerita bersambung, atau bahkan cerita tanpa akhir, terserah.
Buat saya udah tamat dari jaman jebot pokoknya.
Dan kalo masih mau diubek2, biarlah itu menjadi Fiksi saja.
*Setiap tokoh dan kisah yang ada di dalamnya tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.
Mau dikembangkan jadi apa pun karakter tokoh dan plot ceritanya, TERSERAH! 
:)

The good you do today, will often be forgotten. Do good anyway.

Comments

  1. :) tulis fiksi aj, len...
    kl ada yg tanya, tinggal km suruh beli tulisanmu.
    jadi...mayan...ada pemasukan dr situ ;P

    ReplyDelete
  2. males.. i like reality much better. i'm not good in imagining something or trying to fake some story~
    that's why i love journalism writing. it's all about fact.

    fiction writing is just for other's part. not mine.
    you write it, and earn ur money from it!
    be rich from the royalty!
    i won't care~

    ReplyDelete

Post a Comment

thanks!