Perjalanan Panjang Menuju (Jurnalistik) Fikom : Introduction

Hari ini saya ngobrol sama seseorang. Tentang mimpi, visi hidup, dan kondisi kita sekarang dalam pencapaiannya. Dan, gak butuh waktu lama buat saya untuk mulai nulis posting ini. Hal yang sudah lama sekali pengen saya publish. Tapi terkendala niat, dan mungkin juga keberanian. Sekarang, saya rasa adalah saat yang tepat, untuk mulai flashback. Mengapa saya bisa ada 'di sini?'

Sekitar pertengahan tahun 2003
Valen yang berusia 15 tahun, mulai sedikit mendapat pencerahan tentang gambaran masa depan, dunia kerja itu seperti apa. Dalam bayangan saya, kemapanan dunia kerja itu digambarkan dalam bisnis. Entah apa, yang jelas bisnis/ dagang/ punya kantor/ jadi atasan/ punya bawahan. Karena kira-kira mulai saat itulah saya cukup banyak di'sharing'i Papa tentang bidang kerja yang digelutinya: Bisnis. Quite interesting.

SMA Masuk IPA, Kuliah Masuk Teknik Lah...
Dari dulu saya lebih suka pelajaran konseptual timbang apalan bertele-tele. Jadi deh, masuk IPA. Gambaran saya waktu itu, pengen masuk Jurusan Teknik Industri. Alasannya? Saya kan jurusan IPA, ya paling gak masuk Teknik lah. Masuk Ekonomi gak nyambung, lagian gak suka. Di antara jurusan Teknik, yang paling mending sepertinya Teknik Industri. Lainnya? Gak kebayang tuh.... Jadilah, akhir 2005, saya daftar ke Jurusan Teknik Industri UK Petra.

Kebetulan Mbunderi FIKOM, Awal dari Segalanya?
Rata-rata Universitas selalu memberikan dua pilihan jurusan kepada calon mahasiswanya. Dan, saya gak tau, kenapa hari itu, saya me'mbunderi' Ilmu Komunikasi pada pilihan ke dua? Padahal jujur, itu adalah jurusan yang paling sering saya hujat: sekolah apaan tuh, isinya anak-anak gak niat, ngomong ae masak pake belajar, guampang soro sekolahe, ngapain masuk IPA le ujung2e sekolah gituan, dan blablablabla... Saya juga ga ngerti kok bisa milih itu. Yang jelas, waktu saya tunjukkan ke ortu untuk minta Tanda Tangan, mama sempat nanya: Kenapa milih FIKOM? Saya sih cuma bilang: "Halah, itu cuma buat menuh-menuhi kok, aslie aku mau masuk Teknik Industri." Dan ya sudah, menurut saya, hari itu berlalu begitu saja.

Terima Kasih Ii Yuni dan (Almarhum) Suk Jimmy
Dua bulan berlalu setelah pemilihan jurusan itu, saya sudah mulai membayar cicilan kedua uang pangkal Jurusan Teknik Industri. Hingga suatu siang, sekitar pukul 11, istirahat kedua, saya masih ingat. Mama nelpon saya, dia nanya hal yang gak pernah saya bayangkan sebelumnya, "Fong, kamu mau masuk Ilmu Komunikasi tah?" Ceritanya, salah seorang teman mama, yang juga ngerti aktivitas saya selama SMA (doyan ikut lomba debat, jurnalistik, aktif di majalah sekolah), sedang ngobrol sama mama tentang jurusan yang akan saya ambil nanti. Dia kaget waktu saya lebih memilih Teknik ketimbang Ilmu Komunikasi yang jelas-jelas lebih saya minati. Singaktnya, dia 'menghasut' mama saya, agar membolehkan saya masuk Ilkom. Mama terhasut, selanjutnya harus naik level, menghasut Komandannya, alias papa saya. Giliran suaminya, Suk Jimmy yang maju. Papa saya yang kolot dan stubborn itu awalnya tentu saja gak setuju. "Masak anakku sekolah jadi wartawan?" gitu katanya. Dengan beberapa argumen realistis, yang akhirnya membuat saya mengerti (ediannnnnn.....), PAPA saya pun setuju! Dan, gilanya, semua itu terjadi 'begitu saja.' Saya gak pernah bilang ke mereka, saya gak pernah ngrengek2 minta masuk jurusan itu, bahkan saya gak pernah membayangkan apa pun tentang masuk Jurusan ini....

Masuk FIKOM nggak ya?
Saya kaget 1/2 mati, dan cuma bisa diam. Jujur, ditanya begitu saya juga nggak ngerti. Karena tidak pernah terlintas di bayangan saya, saya bakal masuk Jurusan selain Teknik Industri. Why? Entahlah, dengan segala latar belakang keluarga, seringnya diceramahi tentang bisnis keluarga, dan pemikiran pribadi (di kala itu), tanpa sadar saya sudah menge-set: Teknik Industri adalah Jurusan yang aman (masih berkaitan dengan bisnis), masih pelajaran konseptual (kental dengan IPA) yang saya sukai, citra juga gak jelek, dan sekali lagi: AMAN. Jadi ketika ditanya apakah saya pengen masuk Ilmu Komunikasi? Sebenarnya saya sendiri nggak tau. Akhirnya, saya discuss dengan beberapa teman dekat, ada seseorang yang juga kuliah FIKOM. Saya berdoa dan merenung. Memang, secara minat, sebenarnya, saya gak ada minat blas di dunia Teknik. Semakin hari, Mat, Fis, dan Kim terasa semakin 'tidak mungkin dipakai di lingkungan kerja.' Oke saya suka konseptual, tapi saya juga suka realistis. Saking terkotaknya pikiran saya bahwa jurusan 'cuma' Teknik Industri, saya sampai memegang prinsip: pada akhirnya gak ada kuliah yang bakal kepake di lingkungan kerja. Sedangkan Ilmu Komunikasi? Semenjak SMA dan mengikuti berbagai aktivitas, saya merasa enjoy tuh di bidang jurnalistik, public speaking, dan hal-hal yang memang berbau 'ilmu komunikasi.' Di kala itu saya juga banyak melihat fakta: banyak orang yang ujung-ujungnya kerja melakukan apa yang mereka senangi, bukan apa yang mereka kuliahi. Jadi? Prinsip baru saya hari itu: saya mau menjalani apa yang saya nikmati, bukan yang dibentuk dunia sebagai jalan yang 'aman.'

Pilihan yang Memberikan Kelegaan dan Tidak Akan Terulang
Setelah memutuskan masuk Ilmu Komunikasi, saya dapat kelegaan yang sangat besar. Jujur, di tahun terakhir SMA, saya menyadari, bahwa eksak bukanlah bidang yang akan saya minati untuk ditekuni lebih dalam. Begitu tau bakal masuk FIKOM, dengan pelajaran yang jauh dari hitung-menghitung, saya langsung legaaaaa.... Asli, lega. Sepertinya, masa depan saya tidak berbeban. Bukan berarti saya menggampangkan Jurusan IlKom. Tapi, ketika saya sudah menyadari tidak punya hati di satu bidang, tapi tetap memaksa masuk di sana, akhirnya, itu cuma akan jadi beban. dan tidak dengan IlKom. Bukan karena saya jadi gak perlu menghafal, tapi heiii, saya ini bakal 'sekolah' di bidang jurnalistik, public speaking, broadcast.... Itu kan yang saya suka!! Beberapa bulan setelah saya menetapkan piilhan itu, Suk-Suk Jimmy meninggal secara mendadak. Ia dengan tenang pergi ketika tidur di malam hari. Jika saja, Suk-Suk Jimmy pergi lebih cepat dari waktu itu, saya rasa, hari ini saya akan tetap berada di Jurusan Teknik Industri. Itu adalah salah satu titik awal, di mana saya merasa bahwa, masuk ke IlKom adalah awal dari sesuatu besar, yang dikerjakan Tuhan, dan tidak bisa diulang lagi.
And All You Can Do Is Keep Breathing...

Comments