post 'it's over' syndrome (part 2)

Selepas dari 'it's over' moment itu, saya pikir, segala sesuatu akan jauh lebih mudah. Beban berat mulai terangkat. Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Rasa-rasanya segala kebusukan semakin terungkap. Yang dulunya ditahan-tahan karena kita masih 'menjalin hubungan', sekarang, sedikit demi sedikit mulai terlihat ujung dan pangkalnya.

Seorang kawan pernah berkata, "Jangan khawatir, kamu akan bertemu dengan makhluk yang lebih baik. Yang lebih 'setara' dan mengerti dirimu." Saya tidak pernah memandang ketidaksetaraan di antara kita sebagai sebuah penghalang utama. Dari awal saya memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya, saya sudah mengetahui hal tersebut. Saya tidak pernah menyangka, bahwa dalam prakteknya, ketidaksetaraan tersebut ternyata sangat menjadi pemicu perbedaan pola berpikir, pola memandang tujuan ke depan, pola kerja, pola menyampaikan pendapat, bahkan pola moral?

Yang saya tidak sangka adalah, pasca 'it's over' moment itu, banyak hal yang mulai terjadi dan mempengaruhi cara pandang saya tentang hidup. Saya tidak lagi mudah percaya dengan 'cover.' Catatan, cover sudah bukan bicara mengenai penampilan dan cara berpakaian lagi (kalo itu udah saya buang ke laut jauh2), tapi sudah mencakup pandangan-pandangan berbau kebijaksanaan, tutur kata, wawasan, pengetahuan, pengalaman, dll dll. Sungguh. Saya tidak percaya lagi dengan itu semua. Kata orang, semua kembali lagi ke hati, ketulusan, motivasi. Hey, itu semua tidak bisa dilihat, tidak bisa diukur. Yang tahu juga cuma Tuhan.
Ujung-ujung nya itu kembali urusan manusia itu sendiri sama Tuhan. So?
*Saya seakan benar-benar bisa mengerti karakter kalo di film yang habis putus cinta terus jadi tidak mudah percaya dengan lawan jenis. :p

Selain itu, saya jadi semakin males melakukan atau bahkan meminta sesuatu yang ada hubungannya dengan si mantan tersebut. Meski itu sebenarnya sesuatu yang mungkin secara etika atau sewajarnya menjadi hak saya. Saya malas berhubungan dengan mantan. Saya malas dianggap berhutang budi. Meski sebenarnya itu yang dia lakukan terhadap saya. Tetap berusaha mengeksploitasi keuntungan selagi masih bisa, selagi sisa ikatan masih ada. Biar saja, itu urusan dia sama penciptaNya.
  
Baru-baru ini saya agak dilema dengan sebuah permintaan. Saya hendak meminta sesuatu dari mantan. Sebuah kebutuhan yang bisa dipermudah dengan sedikit jalan dari mantan. Sesuatu yang sangat wajar sih, yang memang milik kita bersama. Tapi.. setiap kali saya memikirkannya, saya selalu merasa nggak nyaman. Sungguh, saya sudah kapok merasa berhutang budi. Akhirnya, saya putuskan untuk melepaskan segalanya, bahkan yang menjadi hak yang bener-bener sewajar-wajarnya saya minta dari dirinya. Sesuatu yang sangat wajar dan bisa memberikan sesuatu yang bernilai bagi saya di tengah masyarakat, pengakuan, prestasi, dan kemudahan. Saya lepaskan semuanya itu.

Dan sekali lagi, saya menemukan sebuah kelegaan.
Tuhan, apakah ini salah satu ujian dariMu agar aku *yang memang tergolong manusia high profile* ini, untuk belajar menjadi low profile dan percaya sepenuhnya kepadaMu?
Terima kasih buat semua yang boleh terjadi. Terima kasih buat kesempatan, waktu, serta momen-momen yang sudah Engkau berikan hingga hari ini. Saya nggak pernah menyesal dengan setiap keputusan yang sudah saya ambil. Keputusan menjalin hubungan, keputusan mengakhiri hubungan, bahkan keputusan melepas sesuatu yang benar-benar menjadi hak saya dalam hubungan tersebut.

Selamat tinggal. It's over.
And weirdly, I never never never regret that decision, 
*not like the other broken hearter ever feel or think

*that's why i'm not a broken hearter.
It's just.. 'It's Over.'

The good you do today, will often be forgotten. Do good anyway.

Comments

  1. Wa wa waaa..awal minggu wes baca post kayak gini lol taktunggu crita komplite Len :P

    ReplyDelete
  2. haha. mesti beneran agak 'nunggu' km. jumat ini ak g isa komsel, ada undangan. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

thanks!